Rabu, 05 Februari 2014

Teruntuk Buah Hatiku Nanti

Hai nak, ini Ayah.

Apa kabarmu saat ini? Apa parasmu merasa mirip denganku? Atau dengan Ibu mu? Apa engkau lelaki ataukah perempuan?

Maaf ya nak, jika surat dari Ayah ini sudah di buka dengan berbagai macam pertanyaan. Maklum saja karna saat Ayah menulis surat ini jangankan mampu menerawang bagaimana perangaimu, Ibu mu saja belum Ayah temui.

Anakku tersayang, Ayah hanya ingin menyapamu dengan kesempatan yang Tuhan berikan ini. Karena Ayah tidak tahu pasti apakah nanti ayah memang benar-benar bisa berbincang denganmu, memelukmu, atau membesarkanmu dengan penuh rasa kasih sayang sebagaimana Kakek dan Nenekmu saat ini lakukan pada Ayah. Ayah tidak mampu melihat masa depan, bahkan satu detik setelah ini pun Ayah tidak tahu pasti apa yang akan terjadi. Yang mampu Ayah perbuat hanyalah berencana, berusaha, dan berdo’a sebagaimana manusia-manusia lain pada umumnya.

Anakku, dengan Ayah menuliskan surat ini,  semoga engkau pahami bahwa Ayah ingin belajar mencintaimu, bahkan sebelum engkau benar-benar terlahir ke dunia ini. Tahukah engkau anakku, bahwa hidup di dunia ini begitu mengasyikan sekaligus juga mengerikan. Akan muncul banyak tantangan, ujian, cobaan bahkan juga kejutan-kejutan. Semua akan terasa mengasyikan saat engkau menemukan apa itu kebijaksanaan dan menjalani kehidupan ini dengan niat berbuat kebaikan. Namun akan terasa mengerikan jika kau melaluinya dengan penuh kebencian, kekecewaan, juga berbuat keburukan.

Begitulah yang sejauh ini Ayah tahu mengenai cara memaknai kehidupan. Karena di dunia ini akan banyak hal yang kau temui. Segala sesuatu diciptakan berpasangan sekaligus juga berlawanan. Hitam putih, gelap terang, pria wanita, atas bawah, kanan kiri, baik buruk, surga neraka, dan banyak lagi.

Anakku yang Ayah sayangi, sesungguhnya engkau ialah amanat dari Tuhan bagi Ayah. Kau sendiri mungkin bingung karena kau tak bisa memilih dari Ibu mana engkau akan terlahir, juga dari Ayah seperti apa engkau akan dibesarkan. Ayah berharap kau bisa bangga dengan Ayah juga Ibu mu.

Mungkin saat kau pertama kali membaca surat Ayah ini, kau sudah menginjak usia 6 tahun. Tapi ketahuilah wahai anakku, jangan terburu-buru menyimpulkan apa sebenarnya isi dari surat ini. Bagaimanapun untuk saat ini kau hanya baru bisa membaca dan butuh beberapa tahun lagi untuk bisa memahami. Maka teruslah belajar dan belajar karena semesta ialah sekolah terbesar bagi seorang pembelajar.

Sekian dulu ya anakku. Semoga lain kali Ayah bisa mengirimmu surat lagi, Ayah juga berharap di surat berikutnya Ayah sudah bertemu sosok calon Ibu mu.

Love U.
Tertanda, Ayahmu.

0 komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan Jejak