Minggu, 27 April 2014

Sri Yang Baik

Hanya karena aku mengenalmu, maka kamu ialah temanku, maka kamu ada dalam doaku. Seringnya begitu.

Ada kabar buruk yang membuat langit di kepalaku sementara ambruk. Kabar mengenai dirinya, temanku yang baru saja dipanggil Ia dengan cara yang tak terduga.

Adalah Sri Madriani Sila Yogi seorang yang baru saja aku kenal beberapa bulan ke belakang, seorang perempuan asal Bali yang berjuang hidup di Bandung demi menggapai cita-citanya dan harus rela jauh dari kedua orang tuanya lalu hidup mandiri disini.

Meski aku belum seberapa dekat menjadi temannya, tapi aku sempat banyak mendengar cerita tentangnya.

Sri yang baik, yang ketika tak ada ongkos menuju tempat kerja dengan rela berjalan kaki berkilo-kilo meter dari rumah menuju kantor (Dago-Pasteur), dengan alasan tak mau merepotkan teman-temannya untuk sekedar meminjam uang kepada mereka.

Sri yang baik, yang hampir setiap saat ia dan teman-temannya makan di sebuah cafĂ© atau tempat makan, ia selalu tak lupa menyisakan makanannya kemudian membungkusnya untuk ia bawa pulang ke rumah lalu diberikan pada anjing peliharaan kesayangannya.

Sri yang baik ialah seorang Hindu yang cukup taat, setiap kali ia memesan makanan, atau ditawari makanan, ia begitu berhati-hati dan selalu menolak apapun yang mengandung Sapi.

Jujur aku malu, aku yang sering menggerutu saat sedikit saja kehidupan tak mendukungku.
Aku malu, aku yang kekenyangan dan sering lupa kepada sesama makhluk.
Aku malu, aku yang terkadang lupa pada perintah agamaku. 

Malam tadi aku membaca sebuah portal berita mengenai sebuah kecelakaan, disana ternyata tertulis namanya yang terselip diantara nama-nama korban meninggal kecelakaan itu.

Selamat jalan Sri yang baik..
Engkau kini kembali pada Tuhan yang Maha Baik..

Bani-Bhena-Alit-Sri
Sebulan yang lalu, di sebuah tempat makan





Sabtu, 12 April 2014

Puisi Bosan

Tak lelahkah kita menjadi mesin penghasilan
Kesana-kemari mencari penghidupan
Berulang kali kita lewat taman perkuburan
Berulang kali juga kita lupa kematian

Ada yang takut akan kesepian
Ada juga yang menghindari keramaian
Beberapa disibukan persoalan
Beberapa lainnya muak memberikan jawaban

Kemana lagi kakimu akan dilangkahkan
Bumi ini luas memberikanmu pilihan
Menenggelamkan diri di perairan
Atau kekeringan di atas daratan

Sementara itu burung terbang bebas di atas awan
Terkekeh-kekeh melihat manusia dalam kesibukan
Yang tua sibuk melepas kenangan
Yang muda sibuk khawatirkan masa depan

Barangkali kau bosan nona dan tuan
Disana-sini penuh sesak oleh drama percintaan
Sebagian berakhir indah di pelaminan
Sebagian lainnya berakhir tragis putus di jalanan

Bagaimanapun ini adalah puisi bosan
Aku menulisnya tanpa pedulikan kiasan
Ditulis dengan tinta-tinta kecemasan
Sebagai mantra pengusir kekalutan


Bandung, 12 april 2014
sesaat sebelum matahari ditenggelamkan




Selasa, 08 April 2014

Kepada Ras Pemimpin Bumi

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi. “Mereka berkata, Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu? “Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Q.S. Al-Baqarah: 30)

Alangkah beruntung kalian diciptakan sebagai manusia, menjadi ras yang diunggulkan Tuhan untuk membuat kuasa di muka bumi. Bukan golongan Malaikat, Jin, Hewan, atau Tetumbuhan yang dipercaya memilkul amanat untuk mengurusnya.  Lantas apa maksud Tuhan menjadikan manusia yang sering menumpahkan darah juga berbuat kerusakan sebagai pemimpin di bumi?

Barangkali dengan tugas ini Tuhan menguji kelayakan kalian sebagai manusia, sudah seberapa pantas kalian dicintaiNya, sudah selayak apakah kalian mensyukuri pemberianNya tersebut. Amanat yang teramat berat memikul kepercayaan untuk mengurus kelangsungan hidup banyak makhluk di daratan maupun lautan yang sebegitu luas ini.

Di tahun ini kalian sebagai manusia-manusia yang hidup di Indonesia, kalian dihadapkan pada pemilihan pemimpin, dengan arti kecil seorang yang kalian sebut sebagai presiden, karena dalam arti  luas setiap manusia bisa diartikan pemimpin bagi diri dan lingkungannya sendiri.

Kalian diberi tugas memilih seseorang untuk diberikan kuasa memimpin bangsa yang kalian sebut Indonesia. Sesungguhnya ini semua rumit, ini bukan tentang kelangsungan hidup ras manusia saja, namun juga ras lain yang hidup disini. Kalian lupa sebagai manusia yang menjadi egois terlalu peduli terhadap urusan-urusan kalian sendiri.

Perlu kalian ingat, yang kalian pimpin bukanlah manusia saja. Ada banyak jenis hewan melata dari ujung Aceh hingga Papua, ada banyak Tumbuhan yang hidup di negri ini, Ada pula banyak sekali ikan-ikan yang berenang hilir mudik di setiap perairan negri ini.

Bagaimana memimpin negerimu, jika saat kalian berorasi dengan segala basa-basi banyak rumput dan semut kecil yang kalian injak? Banyak sekali pohon yang dipaku dengan gambar-gambar poster bangsamu yang menurutku tidak gagah sama sekali. Belum lagi sampah-sampah usai pesta demokrasi bangsa kalian usai. Sampah-sampah poster itu seenaknya kalian bakar dan mencemari si Udara, beberapa pula terbuang ke sungai dan menghambat jalur si Air untuk melaksanakan tugasnya menuju lautan.

Rabu, 02 April 2014

Kepulangan Teman

Subuh tadi aku mendengar berita duka yang dikabarkan pohon salak berwarna jingga. Duka dan luka saja membuatku bingung, keduanya sama-sama kepedihan. Oh mungkin luka ialah kepedihan yang bisa lihat secara fisik seperti borok barangkali. Sedang duka ialah kepedihan yang bermuara dalam batin.

Aku percaya bahwa manusia memiliki tiga unsur dalam dirinya. Akal, jasad, dan ruh, lalu ketiganya juga perlu makan agar mereka tak sakit atau mati. Jasad perlu nutrisi berupa nasi lauk pauk, Akal perlu ilmu, dan Ruh memerlukan ibadah (interaksi dengan Tuhan).

Berita duka dari si pohon salak tadi ialah kabar bahwa teman lamaku telah gugur dalam pertempuran melawan sakit jasad yang dideritanya. Konon ia terkena jenis racun yang sangat aneh, berbagai tabib telah ia datangi, namun tak kunjung juga kembali sehat.