Semalam kau datang lagi.
Bahkan kali ini dengan begitu berani, kau mendatangiku seorang diri.
Dimanakah kawan-kawanmu yang biasanya kau bawa serta untuk
menyerangku seperti biasanya?
Ataukah memang kau sudah cukup kuat untuk menghadapiku?
Asal engkau tahu, aku tak akan mengurangi kewaspadaanku
sedikitpun terhadapmu.
Tujuh malam sudah kau terus mengincarku dengan anggota
kelompokmu yang terus berganti.
Aku tak tahu apa yang mendasarimu sehingga kini tampak begitu
percaya diri.
Mungkinkah karena engkau kini mengetahui titik-titik kelemahanku?
Atau dendammu padaku sudah begitu memuncak, karena banyak
kerabatmu yang sudah kubuat menemui ajalnya?
Dari kepalan tanganmu nampaknya kau sudah sangat tak sabar
untuk memercikan darah-darah keluar dari tubuhku.
Kakimu tak bergetar sedikitpun meski aku menggertakmu dengan
suara yang lantang.
Sekali lagi aku peringatkan, “Mundurlah sekarang atau
nyawamu pun berakhir di tanganku!!!”
Baiklah jika itu pilihanmu, rupanya kau tak mengerti
sedikitpun belas kasihan dariku.
PLOK..!
PLOKK.!
PLOKKK!!!
Ternyata kau memang berbeda dibandingkan teman-temanmu yang bisa kubunuh hanya dalam satu tepukan saja.
Aku seorang pria yang membunuh seekor nyamuk dengan tiga tepukan
tangan.
0 komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan Jejak