Rabu, 05 Maret 2014

Lelaki yang Tertawa di Atas Jambannya

Semalam aku mules hebat, bukan karena aku ingin melahirkan, tentu saja karena aku ialah lelaki. Dan aku gak tau sehebat apa mules yang dialami kaum hawa saat sedang ingin melahirkan. Aku gak tau, sama sekali gak tau, dan itu salah satu teka-teki di dunia ini yang gak akan pernah aku alami. Tapi yang jelas mules perut semalam membawaku kepada jamban. Seringnya jika aku sudah berjumpa dengan jamban, selama aku nongkrong di atasnya ia selalu mengajak aku berbincang, berkhayal, bahkan seringnya memberikanku inspirasi. Iya jamban itu sangat baik, ia memberiku inspirasi padahal aku cuma kasih dia ta*.

Kali ini jamban mengajakku mengingat memori masa kecilku. Masa kecil yang sering kali membuat aku terkekeh-kekeh. Bahkan malam ini pun begitu, pada sepertiga malam saat semua senyap, ada lelaki yang heboh tertawa di dalam kamar mandinya. Iya itu aku.

Aku teringat akan hal yang ‘begitu entahlah’ saat kecilku dulu, karena memang masa kecilku ialah masa yang sangat entahlah pula, mungkin kapan-kapan jika memang kalian ingin bisa dicek disini bagaimana aku dulu. Dan untuk sekarang salah satunya memori ini. Memori ketika dulu aku begitu senang menonton film-film kartun sampai aku sempat menganggap banyak film kartun itu “based on true story”. Monster itu ada, Scoobydoo itu ada, Mobil-mobilan dan mainan bisa hidup, woody woodpacker itu ada, Tom n' Jerry itu nyata, Kamehameha itu bisa dipelajari, dan sebagainya.

Pernah suatu saat aku bilang gini sama ibu ku dulu, “Mah, aku pengen miara pokemon.” Dan ibuku cuma bilang “Pokemon teh naon?”.  Aku tak bisa menjelaskannya dan hanya menujuk ke televisi yang saat itu aku tonton. Ibuku tersenyum, dan dengan sabarnya menjelaskan bahwa itu tidak mungkin ada. Aku sedikit kecewa namun aku masih punya hewan menggemaskan lain yang ingin aku pelihara dan menayakannya lagi pada ibuku.

(A: Aku ; I: Ibu)


A: Tapi Mah klo pinguin ada?
I: Ada
A: beliin aku satu mah, aku pengen piara pinguin aja klo begitu.
I: *senyum sambil beranjak pergi ke dapur*

Beberapa hari kemudian tiba-tiba saja ibuku memberitahuku bahwa di akhir pekan nanti kita akan pergi berwisata ke pantai pangandaran. Setelah aku pikir-pikir sekarang, mungkin saja Ibu dan Ayahku sudah membahas ini semua, dan menganggap anaknya ini kurang piknik dan butuh melihat dunia nyata tak sekedar televisi. Maklum saja dulu saatku kecil mereka berdua sibuk sekali bekerja, dan aku sering menghabiskan waktu kecilku bersama seorang pengasuh, mainan-mainan, juga televisi.


I: nanti kita ke pangandaran ya, kita berenang.
A: Tapi disana ada yang jual pinguin gak mah?
I: emm.. iya klo ada nanti kita sekalian beli yaa..
A: CIHUUUY!!

Sungguh senang dan bahagianya saat itu. Dan sekarang setelah aku beranjak dewasa, aku tau semua itu hanyalah kebohongan kecil yang dibuat orang tua demi menjaga impian anaknya. Yes, it’s white lies! Meski aku pernah sedikit dibohongi, tapi aku bahagia saat itu, bahagia juga saat ini, dan bahagia setiap kali aku mengingatnya. Malam tadi aku bisa tertawa di atas jamban sebelum aku kembali melanjutkan tidur. Ya setidaknya aku belajar, bahwa tertawa di atas jamban lebih baik dibanding tertawa di atas penderitaan orang lain.

0 komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan Jejak