Ketika tak hentinya segala macam media memberitakan
keburukan setiap harinya. Bahkan ketika baru saja tadi pagi kamu membuka mata
dan melihat layar televisi, yang pertama kali kamu temui ialah berita-berita
kriminal. Haruskah sepagi itu kita menyantap sarapan dengan menu yang begitu
mengerikan? Piring kosong dalam kepalamu
yang seharusnya terisi dengan inspirasi, semangat hidup, juga rasa syukur itu
harus ditukar paksa dengan rasa takut,
kengerian, dan hilangnya rasa percaya bahwa bumi yang kau pijak ialah tempat
terbaik yang Tuhan anugrahkan pada Adam beserta turunannya.
Sudah seporak poranda itukah negri ini? Bukankah kita selalu
kuat dan serta merta saling bahu membahu saat banjir, gunung meletus, gempa dan
tsunami hadir di negri ini atas nama “kemanusiaan”? Lantas jika bencana alam
datang kita bisa menyingsingkan lengan baju kita, lalu kenapa saat
bencana-bencana “kemanusiaan” hadir kita hanya menjadi penonton, dan mudah
mengekor pada arus deras komunikasi yang ada.
Benarkah kata "kemanusiaan" kah yang selalu kita dengungkan?
Saat kita lebih peduli pada kematian seekor kucing atau anjing dan menghakimi
pembunuhnya dengan umpatan ramai-ramai. Namun ketika banyak awan gelap mengepung
cerahnya sinar matahari pada bibit-bibit bangsa diam saja, pohon kecil tak akan
tumbuh subur jika melulu harus dihujani air namun tanpa mendapat cahaya. Pohon kecil
akan mati, jika air yang menyiraminya terlalu membanjir.
Tak setiap orang memiliki filter yang baik, tak setiap orang
memilki payung yang layak ketika rinai hujan begitu deras. Ketahuilah energi
negatif mampu menyebar luas ,cepat, merata, dari tingginya bukit-bukit subur
hingga lembah yang kering.
Benarkah jika negri ini dihuni dengan mayoritas orang-orang
jahat? Aku rasa bukan, di zaman ini mungkin orang-orang baik terlalu sibuk menyembunyikan
kebaikannya, atau mungkin orang-orang jahat yang terlalu senang menampilkan keburukannya. Bisa jadi juga kita yang sering memamerkan keburukan dan tak jarang malah merasa bangga akan hal itu tanpa kita sadari. Para setan pun semakin gigih menghasut dengan segala cara. salah
satunya ialah dengan membisiki banyak hati manusia dengan kalimat “Sudahlah,
tak perlu bicara kebaikan, kebenaran, ataupun sejenisnya, nanti kamu dianggap
riya, dianggap sok suci, dianggap sok benar, dan dapat mengurangi pahala keihklasanmu.” Maka jika
ada bisikan ini mengganggu hatimu, tutup telingamu dan niatkanlah semoga
kebaikan yang kau tampakan menjadi ajakan untuk kebaikan-kebaikan yang akan
diteruskan oleh banyak orang.
Atau mungkin pihak-pihak media yang terlalu suka menyoroti
kejahatan, kebencian, peperangan, dan keburukan? Entahlah, satu sisi ada benarnya namun di sisi lain
juga tak begitu adanya. Karena kebanyakan media kini tampak lebih peduli dengan
berita-berita yang kebanyakan orang memang menyukai dan meminatinya. Dengan
kata lain media hanyalah penyedia panggung. Kebaikan atau keburukan yang
menjadi aktor untuk memainkan peran diatasnya tergantung kita sebagai pasar
mereka yang menginginkannya. Budaya mencaci, menghakimi, menelisik bahkan mengusik
kehidupan orang lain terus hidup setiap harinya. Dan setiap detik pula rantai
estafet negatif itu terus bergerak dari satu kepala ke kepala lainnya.
Maka sudah selayaknya berbagai pihak saling bekerja sama
membangun arus informasi yang lebih jelas dan mengkaji ulang apa arti kebebasan
dalam jalur kesejatian hak asasi manusia itu sendiri. Media yang semakin mensupport dan lebih meyoroti
hal-hal positif, juga masyarakat yang semakin cerdas dalam menanggapi isu-isu di
sekililingnya. Dengan begitu keburukan akan mati dengan sendirinya dan
paradigma manusia-manusia dengan keramah-tamahannya kembali menjadi modal bahwa
dunia ini hanyalah tempat bagi menanam
kebaikan.
Jadi, masih maukah kita menjadi seorang yang hanya bisa
mencaci, menghakimi padahal masih banyak hal yang lebih penting untuk kita
tanggapi?
Masih maukah kita menyembunyikan kebaikan yang seharusnya
menjadi pemicu kebaikan lainnya?
Sudah saatnya kita saling bercermin, saling menguatkan.
Kembali membangun rasa saling percaya, kembali membangun peradaban yang lebih
layak dihuni sebagai mestinya. Jika bukan dimulai dari kita, siapa lagi? Jika
bukan saat ini, kapan lagi?
Good POV. Semoga semakin banyak yg mampu memfilter informasi yg dia terima :]
BalasHapusnice info .karena kejahatan itu lebih mudah diinget gan ;D visit balik ya
BalasHapus